Selasa, 31 Agustus 2010

MALAIKAT UNTUKMU

Abid gundah. Perkataan-Nya tadi membuatnya terpaku di ambang dilema.Ia akan diutus ke dunia dalam waktu dekat ini. Ada sesuatu yang mengganjal, ragu. Membuatnya bertanya-tanya mengapa ia harus meninggalkan tempat nyaman yang kini ditinggali. Sangsi, mengapa ia yang ditunjuk. Ngeri Abid membayangkannya. Dunia yang dipenuhi tumpah darah, jalan yang dibuat berliku, belum lagi warnanya yang kelabu menyulitkan mata memandang wajah di sebalik topeng. Ingin ia menolaknya, tapi bagaimanalah caranya? Siapa pun di sini tak kuasa membantah apa yang DIA perintah. Takut? Tentu saja, tapi lebih kepada ketaatan dan rasa cinta yang teramat besar kepada-Nya. Karena DIA paling Penyayang dari yang penyayang, paling Pemurah dari yang pemurah. Dan..kata-kata itu terus membayang.

"Abid, persiapkan dirimu untuk Ku-turunkan ke sana"
"..Tidakkah ada yang lebih siap daripadaku, Yang Mulia?",lirih sura Abid. DIA tersenyum.
"Tidakkah kau mengimani-Ku yang akan menjagamu siang dan malam?"
"Tapi Yang Mulia, bukankah mata ini akan terbatas melihat? Bukankah telinga ini akan terbatas mendengar?"
"Itukah yang kau takutkan? Sungguh, Abid, Aku tak berharap kau butakan matamu dan kau tulikan telingamu"
"Aku tak ingin berbuat demikian. Tetapi Yang Mulia, beri tahu aku bagaimana agar aku tetap bisa melihat-Mu meski aku jauh"
"Kau ragu?"
"Sama sekali tidak, Yang Mulia. Aku hanya ingin KAU yakinkan aku"
"AKU menggandakannya dengan yang lebih tajam dan ketajamannya melebihi mata dan telinga zohirmu"
"Apakah itu, Yang Mulia?"
"Segumpal daging yang Ku sematkan di dalam dadamu, yang apabila baik, baiklah semuanya. Yang apabila rusak, rusaklah segalanya. Satu lagi. AKU memberimu satu keistimewaan yang Ku letakkan di dalam kepalamu"

Belum. Gundahnya belum redam. Abid masih teramat bimbang dan takut. Terlalu berat untuk berpisah dengan-Nya. Bagaimana nanti jika ia tersesat lalu terjerumus? Siapa yang akan menemaninya melangkah? Dapatkah ia kembali ke tempat yang kini ia nikmati? Lalu di mana ia akan singgah?
"Oh..Tuhan,sejauh apakah negeri yang KAU sebut dunia itu?", keluhnya. Tapi tunggu dulu. DIA bilang, dunia tak selalu ganas. Lihat saja, meski usianya telah renta masih tetap jelita memesona. Keelokannya menyerupai surga. Ladang hijau luas menghampar, laut biru, awan putih, bebungaan indah, merpati putih nan cantik meningkahi angin meniup mesra, dan ah..indah tak terpungkiri. Pantas saja melenakan orang-orang yang mencintainya. Pun terkadang dunia seburuk neraka. Panas, gersang, api bergolak, air meluap kehilangan tempat, gunung-gunung menyembur, dan..jerit tangis itu memilukan sekali. Kasihan manusia. "Tuhan..aku masih belum mengerti, apa istimewanya jika aku diturunkan ke dunia? Tanpa adanya aku di sana pun sepertinya tak berpengaruh. Lalu untuk apa KAU utus aku sedang Sang Utusan itu telah kembali dan tak kan ada lagi sesudahnya. Ataukah hanya untuk merasakan bagaimana panasnya?", lirih.

"Sesungguhnya AKU mengetahui apa yang tidak kau ketahui"
"Oh, Yang Mulia, kumohon ampunan-Mu"
"Kau masih ragu"
"Sungguh, Yang Mulia, aku masih membutuhkan jawaban"
"AKU jadikan sebangsamu pemimpin di dunia, maka ubahlah dengan tanganmu. Jika kau tak mampu, maka dengan lisanmu. Jika kau tak juga mampu, maka ubahlah yang rusak dengan hatimu. Dan sesungguhnya itu selemah-lemahnya kekuatan"
"Pempimpin, Yang Mulia?"
"Engkau yang KU percaya. Semua manusia adalah pemimpin, dan semua pemimpin adalah kepanjangan dari tangan-KU"
"Dunia kejam sekali, dan tugasku menyelamatkan manusia malang itukah?"
"Kejam? Tidakkah kaudengar setiap jeritan dunia yang tertahan dan memohon pada-KU untuk memusnahkan manusia yang telah menggadaikan nuraninya?
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Resah bimbang. Setiap bertanya pada-Nya selalu menuai pertanyaan kembali. Tak ada habisnya. Pengutusan tinggal beberapa waktu lagi, ia belum yakin. Ada yang mengundang tanya. Kala itu Abid melihat pintu itu tak terbuka meski ada yang datang dan malaikat tak menyambutnya, hanya berkata,"Celakalah orang yang dimurkai dan baumu sangat busuk menembus langit!". Di lain waktu datang orang kedua. Pintu terbuka lebar, malaikat berhambur menyambut dengan senyum suka cita. Kemudian berkata,"Selamat datang, wahai orang yang dicintai. Sungguh wangimu semerbak memenuhi langit".
Heran, mengapa dua sambutan itu begitu berbeda? Apa yang membedakannya? Mereka sama-sama pemimpin di dunia, diberi bekal yang sama, potensi yang sama, asal yang juga sama. Mencoba bertanya pada malaikat, tak ada jawab. Sudah, nanti juga DIA menjelaskan.Dunia..dunia. Apanya yang indah? Kelabunya semakin mengabut. Bagaimana mau cantik? Tiap saat dipoles bedak uranium. Hancur. Ia bertambah ragu.

"Kau tak perlu mempertimbangkan terlalu lama, Abid"
"Tuhanku..bagaimana nanti aku di sana?"
"Akan KU tunjukkan satu hal. Lihatlah!"
Menakjubkan. Ini belum pernah Abid lihat sebelumnya. Dalam satu ruang sempit dan kompleks, air itu mengalir dari tulang shulbi, saling berlomba menjemput kemenangan. Menembus. Menyatu. Menggumpal. Melintasi tiga kegelapan. Melekat di dinding, membesar jadi daging, mengeras jadi tulang. Siang, malam, tak ada beda:gelap.

"Bersiaplah! Di sanalah tugasmu akan bermula"
"Yakinkan aku, Yang Mulia"
"Hatimu akan selau KU genggam"
"..aku takut.."
"Keistimewaan yang KU berikan padamu adalah kemulyaan dan juga pembeda"
"Aku tak ingin berpisah dengan-MU"
"AKU tak pernah memutus hubungan dengan siapa pun, kecuali jika ia menginginkan demikian"
"Dengan siapa aku di sana?"
"Kau tidak sendiri, seorang malaikat bersamamu"
"Apakah dia akan terjaga seperti-MU?"
"Tidak sepenuhnya, karena dia pun sama denganmu"
"..aku takut.."
"Dia akan melindungimu.."
"Aku tak ingin melupakan-MU..'
"Malaikat itu akan selalu mengingatkanmu akan AKU"
"Aku tak ingin tersesat.."
"Dia yang akan menuntunmu. Percayalah!"
"Sepertinya malaikat yang KAU percayakan untukku baik. Tapi..bagaimana jika lupa dan hilang cintaku selama ini?"
"Ketahuilah, dia juga yang akan mengajarimu mencintai-KU dan cintamu padanya tidak lebih dari cintamu untuk-KU"
"Perkenankan aku untuk mengetahuinya, Yang Mulia. Siapakah dia?"





"Ibu"






























at 16 Maret 2009
Oleh. Ratu N Amin

Tidak ada komentar: